Bapak, Ibu, apa kabar kalian di kampung halaman? Apakah baik-baik saja? Masih kuingat dulu sebelum aku memutuskan merantau ke Jepang, saat kekhawatiran tentang biaya pendidikan menghantui, lalu Bapak dan Ibu mengatakan dengan penuh keyakinan.
Kamu fokus saja belajar. Soal biaya, itu urusan bapak dan ibu. Nanti kita bisa minjam atau jual sawah kita, Kalau Tuhan memberi kamu kesempatan bekerja dan menuntut ilmu di sana, pasti akan ada banyak jalan juga untuk mencari biayanya.


Perjuangan Bapak dan Ibu sudah sangat lama. Sejak aku belum lahir ke dunia, sampai pada akhirnya aku bisa berangkat ke Jepang. Selama di sini aku juga selalu berharap cepat pulang, dan segera menggantikan perjuangan yang sudah kalian lakukan sejak lama.
Ingin rasanya melihat kalian duduk tenang di teras rumah hasil jerih payahku, tak usah lagi memikirkan menu makan esok hari ataupun biaya sekolah adik-adik. Tak usah Bapak dan Ibu bekerja lagi. Karena kini ada aku yang sudah cukup dan siap memenuhi semua kebutuhan keluarga di rumah.
Tapi hidup di Jepang ternyata tak seindah yang kubayangkan. Biaya hidup yang tinggi serta pekerjaan yang berat harus kuterima

Baru kusadari pikiranku ini begitu naifnya. Sebelum berangkat ke Jepang, kupikir aku bisa dengan mudah bekerja di Jepang dengan gaji besar. Lalu aku akan rutin mengirim uang kepada Bapak dan Ibu. Tapi kenyataannya, mencari nafkah tidak semudah yang kukira. Gaji tinggi di Jepang berbanding lurus dengan biaya hidup yang tinggi dan resiko pekerjaan yang kuterima.
Janji-janji yang dulu kukatakan belum mampu kupenuhi. Karena kenyataannya penghasilanku belum cukup untuk itu semua

Kini aku sadar, bahwa mewujudkan impian yang dulu kujanjikan tidak semudah yang kubayangkan. Apakah Bapak dan Ibu ingat, dulu aku pernah berjanji untuk membangunkan kalian rumah baru? Juga janji untuk mengajak keluarga liburan bersama?
Ah, sedih rasanya jika mengingat-ingat itu semua. Karena pada kenyataannya, di sini pengeluaranku mulai banyak. Namun Ibu selalu berkata “tak apa, yang penting kamu sudah mandiri, tak usah pikirkan ibu di sini”
Ini itu ingin kubelikan dan kuberikan. Tapi untuk sekarang, aku hanya bisa memberikan janji agar berusaha lebih giat lagi

Saat menelepon kalian, dan mendengar cerita kehidupan di kampung halaman, ingin rasanya aku segera pulang. Tentang televisi di rumah yang sudah rusak, tentang ponsel tua Bapak yang sering mati sendiri, sering kali membuatku sedih. Aku berjanji, akan kubelikan semua yang kalian butuhkan.
Bayangan raut wajah yang tua dan lelah semakin memompa semangatku. Suatu saat kelak semoga tiba senyum bangga yang menenangkan hati

Bekerja di Jepang memang sangat lelah. Dulu kupikir, bila aku bekerja di bidang yang kusukai, setiap harinya hanya ada senang yang kurasa. Tapi ternyata tidak seperti itu. Rasa letih, bosan, dan rindu rumah serta pelukan-pelukanmu hampir kurasakan setiap harinya.
Ketika semangat untuk meraih mimpi mulai menurun, kutatap foto usang kalian yang sengaja kupasang di kamar. Senyum tua di kulit keriput Bapak dan Ibu selalu memacu kembali semangatku. Suatu hari nanti, akan kuubah senyum lelah itu menjadi sebuah senyuman bangga.
Bila nanti waktunya tiba, Bapak dan Ibu cukup duduk saja, menikmati masa tua dengan tenang dan bahagia

Saat ini mungkin aku belum bisa memberikan banyak materi. Tidak seperti kebanyakan anak lainnya yang mungkin sudah sukses. Tapi Bapak dan Ibu harus yakin. Saat ini anakmu sedang berjuang mati-matian untuk merubah kondisi ekonomi keluarga.
Suatu saat kelak, janji-janji yang dulu kukatakan akan kutepati. Bapak dan Ibu duduk saja, menikmati segalanya sambil membaca koran bersantai di teras atau menonton acara televisi kesukaan kalian.
Meski tak akan mampu menandingi pengorbanan kalian, selama masih mampu, aku akan tetap berusaha

Semua yang kulakukan di Negeri Sakura ini, Bapak dan Ibu, bukan semata-mata untuk membalas atau mengembalikan segala yang pernah kalian berikan. Karena aku sadar sampai kapanpun semua itu tak akan pernah terbalas.
Aku hanya ingin sedikit membuat kalian bangga dengan perjuanganku, dan bisa menikmati masa tuamu dengan senang. Sebagai bentuk terima kasih karena Bapak dan Ibu sudah melahirkanku ke dunia, dan mengajarkanku kehidupan yang luar biasa